Seminar Kode Etik Psikologi di UPJ

Hari ini di R. 807, PSI UPJ menyelenggarakan Seminar Kode Etik Psikologi dalam Kekinian bekerjasama dengan Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah Banten. Narasumber kegiatan ini adalah anggota Majelis Psikologi HIMPSI Banten Gede Umbaran Dipodjoyo, S.Psi., M.M. Peserta adalah mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya juga anggota HIMPSI Wilayah Banten untuk penyegaran pemahaman.

“Banten ini unik, sebagai ‘Indonesia mini’ wilayah ini sangat beragam tetapi juga diwarnai dengan berbagai masalah - antara lain kesenjangan ekonomi dan tingkat pengangguran tinggi. Untuk mengatasi hal ini, maka peran Psikologi mengembangkan sumber daya manusia, utamanya di Banten, menjadi sangat penting. Tentunya hal tersebut dilakukan dengan menegakkan Kode Etik karena dalam menangani manusia, harkat martabat manusia perlu selalu dihormati dan dilindungi,” demikian diungkapkan Kepala Program Studi Psikologi Universitas Pembangunan Jaya Gita Soerjoatmodjo.

Seminar ini dibuka dengan pengantar tentang HIMPSI sebagai organisasi profesi, struktur organisasi, jenis keanggotaan serta asosiasi yang diwadahi di wilayah Banten. Bapak Umbaran menguraikan berbagai aspek yang diatur oleh Kode Etik, antara lain relasi terhadap klien, rekan sejawat dan institusi.

Sesi ini banyak mendiskusikan berbagai kasus yang ada di masyarakat luas. Bentuk pelanggaran kode etik yang marak terjadi adalah pelatihan bimbingan psikotes untuk khalayak umum. Hal ini melanggar klausul kerahasiaan alat tes psikologi. Kebocoran kerahasiaan alat tes ini marak terjadi dalam bentuk bimbingan dan pelatihan maupun buku kunci jawaban yang dijual bebas.

Bentuk pelanggaran lain adalah penyelenggaraan praktik tanpa surat izin. Dalam hal ini, psikolog berpraktik boleh jadi alpa untuk memperpanjang masa berlaku Surat Izin Praktik Psikolog (SIPP).  

kasus yang didiskusikan adalah maraknya pemberian label ‘gangguan kejiwaan’ di berbagai media sosial. Selanjutnya, muncul fenomena dimana label ini dilekatkan ke orang-orang berperilaku berbeda tanpa dasar keilmuan yang memadai.

Tak hanya itu, profesi psikologi juga dilibatkan dalam pemberitaan media hiburan. Lazimnya hal ini terkait kehidupan pribadi selebritas. Psikolog kerap diposisikan menjadi narasumber untuk mengupas perilaku sampai alam  bawah sadar, padahal data yang tersedia terbilang data sekunder.

Di sisi lain, terdapat juga fenomena dimana warga masyarakat yang menyandang gangguan kejiwaan tetapi belum bisa mendapatkan layanan psikologi yang memadai. Dalam beberapa kasus, mereka yang butuh bantuan masih malah mengalami pemasungan, sebagiamana lazim terjadi di desa-desa.

Menanggapi hal ini, maka fungsi HIMPSI adalah terus melakukan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran terhadap hal-hal seperti ini. Sedangkan terkait dengan pelanggaran kode etik, maka asosiasi profesi bertindak berdasarkan pengaduan dari masyarakat.